Hari itu aku terpaku disudut
kamarku. Ke hempaskan tubuhku ke lantai sambil memandangi kotak kecil berisi
sesuatu yang mengingatkanku akan potret seraut wajah yang kini tak ada lagi
temani hari-hariku. Dia.
Waktu itu rasanya semua telah berubah.
Sejak hari itu, aku perlahan pergi dari hidupnya. Entahlah ini kemauanku atau
kebodohanku saja. Melewatkannya yang selalu setia menunggu diwaktu kapan aku
bisa menemaninya. Tapi tunggu, mungkin bukan aku yang melewatkannya. Justru
dia, melewatkanku yang selalu setia menunggu diwaktu kapan dia bisa menemaniku
ditengah-tengah kesibukannya atau diantara sifat ke tidak peduliannya terhadap
perasaanku. Tapi yang terjadi waktu itu? Dia pergi bersama orang yang telah
menyakitinya yang menjelma menjadi sosok malaikat yang ingin mengambilnya
kembali dari genggamanku. Damn!
Pernah aku melupakannya, tak
menganggapnya sama sekali ketika aku jenuh dan kecewa pada semua yang ada
dihadapanku bahkan aku pernah mengumpat dalam hati untuk melepaskannya saja.
Iya, melepaskannya bersama orang yang ia cintai. Karna kurasa ini terlalu jahat
untuk diteruskan. Aku miliknya, tapi hatiku bukan (sepenuhnya) milik dia.
bukankah perasaan itu tidak bisa dipaksakan?
Dan terjadilah, hari itu aku
mengabaikannya. Mungkin saja dia berpikir aku mengabaikannya tanpa perasaan.
Tapi andai aja dia tau apa yang ada didalam batin ini. Susah banget… Bahkan gak
bisa buat diungkapin. Untuk aku mengerti sendiri saja sulit apalagi harus aku
jelaskan padanya.
Perlahan. Hari-hari,
minggu-minggu, bahkan menginjak bulan penyesalan mulai menghampiri. Entah apa
yang kusesali, hati ini terlalu membatu. Aku melewatkanmu, melewatkan sosok
yang begitu bisa menghargai aku. Kamu seperti teman saat aku butuh bicara, kamu
seperti kakak saat aku butuh perlindungan, dan kamu juga seperti angin yang
kadang ku abaikan begitu saja.
Hari itu sesungguhnya aku
benar-benar merasa takut kehilangan. Ya seperti orang bilang, ketika sesuatu
yang tersia-siakan itu udah gak ada lagi kita akan baru merasa kehilangan dan
menyesal. Begitulah aku, aku gak pernah ngerti ama jalan pikiranku sendiri.
Yang pasti, dulu ama sekarang itu beda. Entah kamu yang berubah, atau mungkin
kita yang benar-benar berubah menjadi orang lain. Aku gak mau kita menjadi
dingin dan tak lagi bersahabat, hmmm seperti masalalumu. Aku takut rasa itu
berubah menjadi sebuah kebencian yang selalu aku cemaskan.
Coretan
anak labil, yang selalu mengecewakanmu…
0 komentar:
Posting Komentar